Rabu, 23 Mei 2012

PENTINGNYA PENGEMBANGAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA ( by Dilla Ayu )


PENGERTIAN PROFESIONALISME

Ada cukup banyak definisi yang pernah dikemukakan para pakar tentang profesionalisme. Definisi-definisi itu tentu dirumuskan dengan penekanan-penekanan tertentu sesuai dengan tujuan dan sudut pandang pakar yangmengajukannya. Karenanya, tidak jarang orang awam justru dibuat bingung dengan banyaknya definisi tersebut (Cf. Richard de George, 1986: 337).
Sebenarnya secara denotatif saja orang dapat menjelaskan makna profesionalisme dengan menunjuk jenis-jenis peekerjaan tertentu seperti bidang kedokteran, arsitektur, konsultan dan lain sebagainya. Namun cara pendekatan ini tidak akan begitu memuaskan, karena selain tidak bisa mewakili semua jenis pekerjaan juga tidak mampu menangkap pelbagai nilai atau aspek yang inherent pada istilah tersebut. Oleh karena itu, tanpa menyepelekan konsepsi yang dapat dibuat secara sederhana, upaya untuk melacak definisi yang dapat diandalkan sangat penting. Dalam hal ini kita perlu membedakan terlebih dulu istilah profesi, profesional, dan profesionalisme.
Pada umumnya orang menggunakan istilah profesionalisme untuk menunjukkan etos kerja yang profesional. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki profesionalisme tinggi dapat dinilai sebagai jaminan bahwa orang atau kelompok orang tersebut memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi atas pekerjaan dan komunitas yang terkait dengan pekerjaannya tersebut.
Dengan pengertian tersebut, profesionalisme dapat dipandang pula sebagai spirit atau bahkan sikap hidup yang dimiliki individu dan/ atau kelompok yang menempatkan pekerjaan sebagai hal yang perlu dijalankan dengan penuh tanggungjawab dan seoptimal mungkin. Profesionalisme akan menentukan reputasi dan masa depan pekerjaan seseorang, sebab dengan menjunjung tinggi sikap hidup ini maka rasa hormat dan kepercayaan orang lain akan semakin meningkat, yang berarti juga akan meningkatkan nilai diri dan imbalan (reward) dari hasil pekerjaannya. 

PENTINGNYA PROFESIONALISME DI LINGKUNGAN KERJA 

Tuntutan profesionalisme di lingkungan kerja sebenarnya sangat masuk akal dan dapat dipahami siapapun yang memiliki motivasi berprestasi secara maksimal. Setidaknya ada dua alasan terkait yang bisa dikemukakan di sini. Pertama, haruslah diakui bahwa tantangan yang paling besar untuk berprestasi dewasa ini adalah arah arus yang lebih kuat dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang daripada sebaliknya. Masuknya perusahaan-perusahaan multinasional seperti KFC, IBM, Sony, dan lain-lain, merupakan bukti nyata dari kondisi tersebut. Belum lagi serbuan gelombang informasi dan telekomunikasi dari negara-negara maju yang dari waktu ke waktu semakin gencar mempengaruhi sikap dan pandangan hidup masyarakat dunia ketiga. Konsekuensi dari kondisi ini adalah munculnya pelbagai tata nilai, standar, atau bahkan tuntutan (seperti pemberlakuan ISO 9000, ISO 14000) yang secara tak terelakkan harus dipenuhi, terutama oleh masyarakat dunia ketiga.
Harus diakui pula bahwa nilai-nilai profesionalisme lahir dan berkembang di dunia Barat yang telah lebih dahulu maju di bidang ilmu dan teknologi. Itulah sebabnya, bagi masyarakat Barat (dan negara- negara maju lainnya) profesionalisme tidak lagi dipandang sebagai hal yang rumit atau beban berat, sebab hal itu telah menjadi bagian dari budaya hampir setiap orang. Siapa saja yang pernah mengalami hidup di negara-negara maju seperti USA, Canada, Jepang, atau negara-negara Eropa, akan dapat menyaksikan bahwa nilai-nilai profesionalisme telah ditanamkan sejak usia kanak-kanak. Itulah sebabnya, di negara-negara tersebut di samping sangat umum orang bekerja secara profesional, penghargaan terhadap tenaga dan pekerjaan seseorang (baik itu tenaga dan pekerjaan diri sendiri maupun orang lain) sangat tinggi.
Selain itu juga semakin umum diterima masyarakat bahwa ukuran dari pekerjaan yang baik adalah tingginya kinerja yang setinggi dengan gaji yang diperoleh. Orang Amerika yang melihat pekerjaan sekadar sebagai transaksi ekonomi yang menyediakan sarana untuk bertahan hidup semakin berkurang, dan sebaliknya mereka yang melihat kerja sebagai sarana ekspresi diri (self-expression) dan pengembangan diri (self-development) semakin meningkat.
Menyaksikan fenomena semacam itu, sangatlah jelas bagi kita bahwa profesionalisme merupakan hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi oleh siapapun yang memasuki arena globalisasi. Profesionalisme tidak saja merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam persaingan global, tetapi juga merupakan salah satu norma kerja yang harus eksis di setiap organisasi. 

MENGEMBANGKAN PROFESIONALISME DIRI

Meskipun setiap organisasi berkepentingan untuk mengembangkan profesionalisme di lingkungannya, terutama untuk lebih mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat luas, menjalankan pekerjaan secara profesional sebenarnya merupakan tanggungjawab setiap individu di dalam organisasi tersebut. Begitu seorang diterima sebagai pegawai secara otomatis dia harus memiliki komitmen untuk menempatkan pekerjaannya sebagai profesi yang harus dilakukan secara profesional.
Sonny Keraf & Robert Imam (1991) menyebutkan tiga prinsip yang perlu mendapat perhatian manakala individu dalam organisasi ingin mengembangkan profesionalisme diri, yakni:
1.       Tanggung-Jawab
Diri yang prifesional sekurang-kurangnya bertanggungjawab pada dua hal: (a) baik pelaksanaan maupun hasil pekerjaan, dan (b) dampak pekerjaannya pada masyarakat luas. Maksud dari tanggungjawab yang pertama adalah bahwa kaum profesional harus bekerja sebaik-baiknya sehingga hasilnya tidak saja memenuhi standar yang diharapkan tetapi juga bisa lebih dari itu. Untuk dapat memenuhi tuntutan tanggungjawab ini kaum profesional perlu memiliki kompetensi yang prima (yang terwujud melalui keahlian dan ketrampilannya), kondisi yang prima (fisik, psikis, ekonomis-keluarga, suasana & lingkungan kerja), serta mampu bekerja secara efisien dan efektif.
Sedang maksud dari tanggungjawab kedua adalah bahwa diri yang profesional dituntut untuk selalu mempertimbangkan dampak pekerjaannya terhadap orang lain atau masyarakat luas. Dalam hal ini minimal dia harus mencegah dampak yang akan merugikan pihak lain, dan maksimal dia harus menghasilkan hal-hal yang berguna bagi orang banyak.
2.       Keadilan
Maksud dari keadilan adalah memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Prinsip ini mengisyaratkan bahwa siapapun yang ingin tampil secara profesional dituntut untuk menghormati hak-hak pihak lain seperti dia menghormati hak-hak pribadi.
3.       Otonomi
Otonomi tak dapat diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Orang yang memiliki otonomi akan terikat pada tanggungjawab atas penerapan otonominya itu. Justru orang yang otonominya dirampas yang akan melimpahkan tanggungjawab atas perbuatannya pada pihak lain.
Diri yang profesional adalah diri yang otonom. Otonomi ini sangat penting bagi pelaksanaan kerja, khususnya untuk membuat keputusan- keputusan atau pengembangan kinerja. Untuk melaksanakan otonomi ini kaum profesional mendasarkan diri pada kode etik yang berlaku. Kode etik adalah pegangan umum yang mengikat para profesional di bidang-bidang tertentu agar dapat mewujudkan otonominya dengan penuh tanggung jawab . Dengan adanya kode etik ini kaum profesional diharapkan dapat mengamalkan otonomi yang dimilikinya bagi kepentingan masyarakat luas. 

RESUME

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan tantangan yang harus direspon secara positif. Di tengah maraknya persaingan yang kian ketat, setiap inidividu ataupun organisasi tanpa kecuali dituntut untuk lebih profesional dalam menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Untuk mewujudkan ataupun mengembangkan profesionalisme setiap organisasi dapat melakukan pendekatan struktural maupun kultural. Kedua pendekatan ini memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Namun yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bahwa yang perlu menggalakkan pengembangan profesionalisme sebenarnya tidaklah organisasi secara sepihak, tetapi juga para individu yang bekerja dalam organisasi tersebut. Untuk mengembangkan profesionalisme diri setidaknya ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yakni tanggungjawab, keadilan dan otonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar